Kamis, 24 Maret 2011

SITEM RESPIRASI

SITEM RESPIRASI

A. Pengertian
Sistem respirasi merupakan pengambilan oksigen dari atmosfer, transpor oksigen ke paru, pertukaran oksigen dan karbondioksida di paru-paru, serta membuang keudara.
B. Asnatomi & Fungsi
1. Saluran pernafasan bagian atas :
Hidung, sinus, faring, dan jarring
 Hidung : Mekanisme pertahanan tubuh awal
Filtrsi, menghangatkan dan melembabkan.
 Sinus : Memberi resonansi pada waktu bicara.
 Faring : Dibagi menjadi :
a. Nesorring
Mekanisme diri dari benda asing yang masuk melalui mulut dan hidung.
b. Orofaring
Pusat menelan dan gag reflek
c. Laringofaring
Memisahkan benda padat dan udara.
 Laring
Tidak terdapat otot polos, trtapi terdapat otot seklet dan ada kotak suara, dimana akan timbul bila ada getaran, yang digetarkan adalah pita suara, hal ini terjadi bila dalam keadaan sadar.
 Epiglottis
Mencegah makanan masuk ke trakeobronkhial.





2 Saluran pernafasan bagian bawah :
Trakea, bronkus, bronkhiolus, alveolus.
 Trkhea
Terdapat otot polos, certilago, lapisan epitel, silia.
Sel piala membuat lender lebih banyak debu yang kecil.
 Alveolus
Apabila kumannya sampai ke alveolus maka ada sel makrofag (sel ini lebih besar dari pada debu), bila makrofag kalah besar fagositosis, pirsibosis. Pada alveolus terdapat 300 juta jumlahnya di paru-paru kanan dan kiri menempati ruang 50-100 m2.
Surfaktan
Yaitu senyawa yang menyebebkan alveolus mudah mengebang, biasa mengumpulkan banyak udara (“bukan O2”). Surfaktan ini baru dihasilkan oleh janin ketika berusia 28 minggu (1 bulan). Jadi dapat dipahami bayi yang baru lahir < 7 bulan tidak biasa tahan lama hidupnya karena tidak punya surfaktan.
C. Fungsi Respirasi
1. Fungsi utama :
 Menyediakan oksigen untuk metabolisme.
 Mengeluarkan CO2.
2 Fungsi sekunder :
 Mempertahankan keseimbangan asamabisa.
 Resonansi pada waktu bicara.
 Mempertahankan keseimbangan cairan dan panas tubuh.
 Sebagi gudang darah.
 Merusak senyawa yang rentan sebagai pelindung
Paru mengeluarkan antritripsin, bila tripsin ke paru maka akan merusak jaringan paru.



D Pembagian Respirasi
1. Respirasi eksternal
Pertukaran gas dari luar sampai dengan alveolus.
2. Respirasi interna
Alveolus sampai dengan di sel.
Didalam sel O2 untuk dioksidasi.
Pada janin didalam kandungan terdapat resirasi eksterna dari plasenta ibu ke darah janin.
E. Peristiwa Fungsional Utama Respirasi

1. Ventilasi
2. Difusi
3. Transpor gas
4. Regulasi

Ad 1. Ventilasi
 Ventilasi adalah pertukaran udara/banyaknya udara yang masuk ke paru-paru. Ventilasi terjadi pengembangan dan pengempisan paru, peningkatan dan penurunan diagfragma, depresi dan elevasi tulang iga.
 Udara dapat masuk ke paru dengan “Inspirasi” untuk membesrakan rongga dada. Dilakukan otot-otot pernafasan, dibagi menjadi :
1) Otot untuk inspirasi
Otot inspirasi utama :
• Diagfragma
• M. Interkoststa ekstermus
Otot tambhan :
• Muskulus Skalenus
• Muskulus sternokleida mastoid

2) Otot ekspirasi
• Otot perut
• M. Interkosta Internus
Otot ini tidak selalu bekerja penuh, bisanya pasif saja, karena paru kita sifatnya elastis (bila inspirasi mengembang, bila tidak inspirasi maka akan kembali seperti semula). Otot ini digunakan aktif bila batuk, bersin, dahem.
Ad 2. Defusi
 Alveolus adalah yang dikelilingi oleh kaliper ahmir seluruhnya, sehingga memudahkan pemindahan O2 kedarah.
 Pada aliran saluran kondisi dimana tidak pertukaran gas disitu, jadi hanya memasukkan udara, tapi tidak digunakan maka disebut RUANG RUGI atau DEAD SPACE.
 Benda yang ada di alveolus (dimulai dari bronkhiolus respirasi sampai dengan kebawah). Biala semua alveolus dimulai duktus alveolus kebawah. Yang ada alveolus disebut saluran RESPIRASI dimana terjadi pertukaran gas.
 Difusi terajadi karena perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 masuk ke arteviola arteri jaringan (ke 40 ml)jadi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
 O2 masuk kedaerah mulai 7 lapis yaitu :

1. Surfaktan.
2. Cairan didalam sel.
3. Cairan membrane sel.
4. Cairan intersisiel.
5. Endotel kapiler.
6. kapiler.

 Factor yang mempengaruhi difusi :
a. Ketebalan lapisan
Makin tebal difusi semakin lambat.
Ex : Paru-paru basah ada cairan intestisiol.
b. Daya larut gas dalam cairan
Makin besar daya larut gas, makin banyak jumlah molekul yang tersedia untuk berdisfusi pada perbedaan tekanan tertentu.
c. Luas penampang
Makin besar penampang disfusi, makin besar jumlah total mlekul yang berdifusi.
d. Jarak yang dilakukan gas waktu difusi
Semakinjauhjarak yang ditempuh, makin lama waktu yang diperlukan untuk difusi.
e. Berat molekul gas.
Ad 3. Transport gas
 Transport O2 dari 97% berikan dengan Hb (Oksihemoglobin), 3% larut dalam plasma.
 Transport CO2 dari 67% sebagi bercabornate, 24% Hb bergabung dengan CO2 yang disebut Carbaminohemoglobin, sedangkan yang 9% larut dalam plasma.
 Beberapa istilah hipoksia :
 Hipoxik Hipoxia yaitu kekurangan O2.
 Anemia Hipoksia yaitu kekurangan Hb.
 Stagnant Hipxia yaitu PO2 & Hb normal tetapi pengiriman ke jaringan mengalami gangguan karena jeleknya sirkulasi, misalnya peredaran darah dll.
 Histotoxic Hipoxic yaitu karena keracunan, sehingga merusak sel.
Ad 4. Regulsi
Pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yaitu Medula Oblongata dan Pons, bila medulla oblongata dipotong maka orang tersebut meninggal, tetapi bila pons yang dipotong akan mengalami gangguan pernafasan.
F. Parameter Uji Paru
 Udara yang masuk dalam paru dapat diukur dengan “Spirometer”.
1. Volume tidal berubah bila sesak < 500 ml, berasal dari Bahasa Inggris “Tide” artinya pasang, jadi besarnya tidak selalu sama, tetapi rata-rata berkisar 500 ml.
2. Volume cadang inspirasi
Volume yang didapat dengan cara trik nafas dalam sekuatnya kurang lebih 3000 ml.
3. Kapasitas Inspirasi
Penjumlahan antara volume tidal dengan volume cadangan inspirasi kurang lebih 3500 ml.
4. Volume cadangan ekspirasi
Terjadi saat memimpin persalinan yang mengejan maka mengeluarkan volume ini adalah jumlah udara ekstra yang dapat diekspresi oleh ekspresi kuat pada akhir ekspresi alur nafas nrmal kurang lebih 1100 ml.
5. Volume residu (volume sisa)
Adalah volume udara yang masih tetap berda dalam paru setelah ekspresi paling kuat kurang lebih 1200 ml.
6. Kapasitas residu fungsional
Volume cadangan ekspirasi + volume residu = kapasitas residu fungsional kurang lebih 2300 ml.
7. Kapsitas vital
Penjumlahan antara volume tidal, cadangan inspirasi dan ekspirasi kurang lebih 4600 ml.
8. Kapasitas total
Penjumlahan semua volume kurang lebih 5800 ml.
G. PENINGKATAN SISTEM PERNAFASAN
 Data demografi
a. Umur, ras, jenis kelain.
 Riwayat indifidu dan keluarga

a. Riwayat kesehatan masa lalu/anank-anak.
b. Kondisi rumah dan lingkungan.
c. Kebiasaan hidup.
d. Penggunaan obat-obatan.
e. Riwayat hidup.
 Riwayat diit
a. Riwayat terhadap adanya alergi makanan.
 Status sosial ekonomi
a. Riwayat pekerjaan
b. Aktifitas kegemaran
f. Rwayat kesehatan keleluar



 Maslah kesehatan saat ini
a. Keluhan utama : sesak nafas, , batuk, nyeri dada, produksi sputum, panjang pendeknya nafas.
b. Riwayat saat ini : onset, durasi, lokasi, frekuensi, kualitas.
Pengkajian psikososial

 Gaya hidup
 Koping dan stress
 Suport sistem
 Perubahan peran, hubungan interpersonal, sosial ekonomi
 Perilaku mal adatif
 Reaksi keluarga terhadap terapi dan perawatan

Penkajiaan Fisik Sistem Persyarafan :
 Hidung dan Sinus
a. Simetris
b. Infeksi/inflamasi
c. Riwayat epis takis
 Raring, Laring dan traakea

a. Simetris
b. Warna
c. Tonsil
d. Kelenjar limfe
e. Fungsi menelan
f. Sura
g. Batuk


Paru dan Thorak
 Inspeksi
a. Kesamaan gerak kanan dan kiri
 Satu cembung : penimbunan cairan, pus, tumor
 Satu cekung : kolaps
a. Bentuk : barrel chest (seperti tong), pigeon (seperti burung), funnel chest dada corong.
b. Kelainan tulang punggung : khiposis, lordosis, scoliosis
c. Gerakan pernafasan.

 Takipnea : Peningkatan percepatan pernafasan
 Bradipnea : lambatnya pernafasan
 Eupneu : Nafas normal
 Dispnea : kesukaran bernafas (inspirasi/ ekspirasi)
 Apneu : henti nafas
 Orthopnea : pernafasan yang nyaman dengan duduk
 Hiperpnea : nafas dalam dan cepat yang abnormal
 Hiperventilasi : nafas cepat dan dalam yang disadari
 Cheyne stokes : Ada apnoe, amplitutude naik, menurun, apnoe terus menerus, irregular.
 Kusmaul : pernafasan cepat dan dalam dengan amplitude besar biasanya pada klien DM.

Selasa, 22 Maret 2011

Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK )

Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK )
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK ( PPOK )

Pengertian

Penyakit Paru Obstruksi Kronik [PPOK] adalah penyakit paru dengan terjadinya sumbatan aliran udara pada paru yang berlangsung lama. Dalam istilah Inggrisnya dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease [COPD].

Normalnya, saat kita bernapas, udara akan masuk melalui hidung atau mulut, melalui tenggorokan, trakea, bronchus [cabang trachea, mengandung lendir dan cilia yang berfungsi untuk proses pembersihan udara], bronchiolus [cabang bronchus], dan kemudian ke alveoli [kantung-kantung udara di paru]. Setelah itu terjadi pertukaran antara oksigen dan carbon dioksida. Oksigen akan diserap ke dalam pembuluh darah, sedangkan carbon dioksida akan dikeluarkan melalui saluran napas.

Gejala PPOK
1. Sesak napas.
2. Batuk menahun.
3. Batuk berdahak.
Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada hubungannya dengan alergi.

Jenis PPOK

2 jenis PPOK, yaitu :
1. Bronchitis Chronic.
2. Emphysema.
Pada bronchitis chronic terjadi peradangan pada dinding saluran napas sehingga menghasilkan terlalu banyak lendir. Akibatnya saluran napas menyempit sehingga pertukaran udara di paru terganggu. Pada bronchitis chronic juga terjadi kerusakan pada cilia yang berfungsi untuk membersihkan lendir berlebihan dalam saluran napas. Pada emphysema, terjadi pembesaran dan kerusakan luas alveoli, sehingga terjadi gangguan pertukaran udara dalam paru.

Penegakan Diagnosis

mencakup pemeriksaan anamnesis [pola hidup-riwayat merokok, riwayat penyakit keluarga, keluhan yang dialami, dsb], pemeriksaan fisik [pada saluran napas dan jantung], dan pemeriksaan penunjang [pemeriksaan laboratorium, rontgen dada, dan test fungsi paru].

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ini :
• Berhenti merokok, dapat memperlambat proses perburukan penyakit, mencegah komplikasi, dan memperpanjang harapan hidup.
• Latihan pernapasan [pursed-lip breathing dan diaphragmatic breathing]. Pursed-lip breathing : duduk tegak dengan otot leher dan bahu dalam keadaan rileks. Tarik napas secara perlahan melalui hidung selama 2 hitungan. Hembuskan napas secara perlahan melalui mulut Anda [dengan gerakan seperti meniup lilin] selama 4 hitungan atau lebih. Diaphragmatic breathing : duduk atau berbaring dalam posisi nyaman dengan kepala bersandar dan lutut ditekuk. Otot leher dan bahu dalam keadaan rileks. Tempatkan salah satu tangan di ulu hati dan tangan lainnya di dada. Tarik napas secara perlahan melalui hidung selama 2 hitungan. Lalukan dengan cara yang benar sampai Anda merasakan otot ulu hati dalam keadaan rileks dan mengembang dan posisi dada tidak berubah. Kencangkan otot ulu hati dan hembuskan napas melalui mulut 4 hitungan. Anda akan merasa otot ulu hati mengempis.
• Perkusi dada, untuk membantu mengeluarkan dahak/lendir yang berlebihan dari paru. Dengan cara : rapatkan kelima jari tangan Anda membentuk mangkuk lalu tepuk-tepuk dada dan punggung [dengan atau tanpa bantuan orang lain] secara lembut.
• Olahraga, pilih yang mampu Anda lakukan, misal berjalan, bersepeda, berenang, dsb.
• Mempertahankan berat badan ideal.
• Minum banyak air untuk membantu mengencerkan dahak.
• Konsumsi cukup protein [daging dan produk susu], buah, dan sayuran.
Bila Anda telah mengalami penyakit ini, segeralah memeriksakan diri ke dokter secara teratur. Dengan menjalani pengobatan secara teratur dan melakukan perubahan perilaku, Anda masih mempunyai kesempatan untuk hidup lebih sehat dan bugar.



Askep Klien PPOM
( Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOM )
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

PPOK
Bronkitis Kronis
Pengertian Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002).
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
Patofisiologi Bronkitis Kronis
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
Tanda dan Gejala Bronkitis Kronis
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat
Bronkiektasis
Pengertian Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddarth)
Patofisiologi Bronkiektasis
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.
Tanda dan Gejala Bronkiektasis
1. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak
2. Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan
3. Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten negatif terhadap tuberkel basil
Pemeriksaan Penunjang
• Bronkografi
• Bronkoskopi
• CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial
Emfisema
Pengertian Emfisema
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO).
Patofisiologi Emfisema
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

Emfisema
Tanda dan Gejala Emfisema
• Dispnea
• Takipnea
• Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
• Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
• Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
• Hipoksemia
• Hiperkapnia
• Anoreksia
• Penurunan BB
• Kelemahan
Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal
2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV
Asma
Pengertian Asma
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth, 2002)
Patofisiologi Asma
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor a- dan b-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor b-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor a- dan b-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor -alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan b-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

Patofisiologi Asma
Tanda dan Gejala Asma
• Batuk
• Dispnea
• Mengi
• Hipoksia
• Takikardi
• Berkeringat
• Pelebaran tekanan nadi
Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
2. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
3. AGD : hipoksi selama serangan akut
4. Fungsi pulmonari :
• Biasanya normal
• Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun
Asuhan Keperawatan PPOM
Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
• Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
• Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
• Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
• Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
• Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
• Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
• Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
• Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
• Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
• Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
• Apakah tampak sianosis?
• Apakah vena leher pasien tampak membesar?
• Apakah pasien mengalami edema perifer?
• Apakah pasien batuk?
• Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
• Bagaimana status sensorium pasien?
• Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Diagnosa Keperawatan PPOM
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
Intervensi PPOM
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Intervensi :
Mandiri
• Auskultasi bunyi nafas
• Kaji frekuensi pernapasan
• Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan otot bantu pernapasan
• Berikan posisi yang nyaman pada pasien : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
• Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
• Dorong latihan napas abdomen
• Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah
• Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
• Berikan air hangat
Kolaborasi :
• Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV dan inhalasi, antimikrobial, analgesik
• Berikan humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik
• Fisioterapi dada
• Awasi GDA, foto dada, nadi oksimetri
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
Mandiri :
• Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan
• Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas
• Kaji kulit dan warna membran mukosa
• Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan
• Auskulatasi bunyi nafas
• Palpasi fremitus
• Awasi tingkat kesadaran
• Batasi aktivitas pasien
• Awasi TV dan irama jantung
Kolaborasi :
• Awasi GDA dan nadi oksimetri
• Berikan oksigen sesuai indikasi
• Berikan penekan SSP (antiansietas, sedatif atau narkotik)
• Bantu intubasi, berikan ventilasi mekanik
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Intervensi :
Mandiri :
• Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
• Auskultasi bunyi usus
• Berikan perawatan oral sering
• Berikan porsi makan kecil tapi sering
• Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
• Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
• Timbang BB
Kolaborasi :
• Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
• Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum
• Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
• Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
Intervensi :
• Awasi suhu
• Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan msukan cairan adekuat
• Observasi warna, karakter, bau sputum
• Awasi pengunjung
• Seimbangkan aktivitas dan istirahat
• Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Kolaborasi :
• Dapatkan spesimen sputum
• Berikan antimikrobial sesuai indikasi
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
• Jelaskan proses penyakit
• Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif
• Diskusikan efek samping dan reaksi obat
• Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
• Tekankan pentingnya perawatan gigi /mulut
• Diskusikan pentingya menghindari orang yang sedang infeksi
• Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu kering, asap, polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan
• Jelaskan efek, bahaya merokok
• Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas, aktivitas pilihan dengan periode istirahat
• Diskusikan untuk mengikuti perawatan dan pengobatan
• Diskusikan cara perawatan di rumah jika pasien diindikasikan pulang

Asuhan Keperawatan


Selasa, 24 November 2009
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK



A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun e,pisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit tersebut. Sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang menjadi penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000 kematian dilaporkan setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama pada penderita laki-laki lanjut usia.
Oleh karena itu penyakit PPOK haruslah mendapatkan pengobatan yang baik dan terutama perawatan yang komprehensif, semenjak serangan sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting dalah perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien PPOK di rumah. Hal ini diperlukan perawatan yang komprehensif dan paripurna saat di Rumah Sakit.
2. Tujuan
Tujuan penulisan Laporan Pendahuluan ini adalah :
a. Mengetahui dan memahami tentang proses penyakit, pengertian, penyebab, pengobatan dan perawatan dari PPOK.
b. Mengetahui dan memahami pengkajian yang dilakukan, masalah keperawatan yang muncul, rencana keperawaatan dan tindakan keperawatan yang diberikan dan evaluasi keperawatan yang dilakukan.
B. KONSEP TEORI
1. Pengertian
a. PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale. (Black. J. M. & Matassarin,.E. J. 1993).
b. Suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer.(Enggram, B. 1996).
Bronkhitis Kronis
Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut.
Emphysema
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar
Asthma Bronkiale
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.
Asthma dibedakan menjadi 2 :
1. Asthma Bronkiale Alergenik
2. Asthma Bronkiale Non Alergenik
Asthma tidak dibahas disini karena gejala dan tanda lebih spesifik dan ada pembahasan khusus mengenai penyakit asma

2. Patogenesis PPOK


Patofisiologi Bronkhitis Kronis dan Emphysema


MEROKOK PREDISPOSISI GENETIK FAKTOR
1 – ANTI TRIPSIN )POLUSI UDARA ( KEKURANGAN TIDAK DIKETAHUI



GANGGUAN SEKAT DAN JARINGAN SEUMUR HIDUP
PEMBERSIHAN PARU PENYOKONG HILANG



PERADANGAN
BRONKUS
& ALVEOLUS
SAAT EKSPIRASI SAL.
UDARA YG KECIL KOLAPS


PERADANGAN
JALAN UDARA

DINDING BRONKIALE
HYPOVENTILASI LEMAH & ALVEOLAR
PECAH


SAAT EKSPIRASI SALURAN
UDARA YANG KECIL KOLAPS

EMPHYSEMA
SERING PADA
BRONKIOLITIS TERJADI EMPHYSEMA LANSIA
KRONIS TIDAK
TIMBUL
GEJALA


BRONKIOLITIS KRONIK SERING
TERJADI
PPOK

3. Penyebab PPOK
a. Bronkitis Kronis
1) Faktor tak diketahui
2) Merokok
3) Polusi Udara
4) Iklim
b. Emphysema
1) Faktor tak diketahui
2) Predisposisi genetic
3) Merokok
4) Polusi udara
c. Asthma Bronkiale
Faktor Prediasposisi nya adalah :
1. Alergen (debu, bulu binatang, kulit dll)
2. Infeksi saluran nafas
3. Stress
4. Olahraga (kegiatan jasmani berat )
5. obat-obatan
6. Polusi udara
7. lingkungan kerja
8. Lain-lain, (iklim, bumbu masak, bahan pengawet dll)

4. Gambaran Klinis
a. Asthma Bronkiale
Selama serangan klien mengalami dispnea dan tanda kesulitan bernafas. Permulaan tanda serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat), Whezing, batuk non produktif, takhi kardi dan takipnea.

b. Manifestasi klinis Emphysema dan bronkhitis kronis
GAMBARAN EMPHYSEMA BRONKHITIS
Mulai timbul Usia 30 – 40 tahun 20 – 30 tahun batuk akibat merokok (cacat pada usia pertengahan)
Sputum Minimal Banyak sekali
Dispne Dispnea relatif dini Lambat
Rasio V/Q Ketidakseimbangan minimal Ketidakseimbangan nyata
Bentuk Tubuh Kurus dan ramping Gizi cukup
Diameter AP dada Dada seperti tong Tidak membesar
Gambaran respirasi Hyperventilasi hypoventilasi
Pa O2
Sa O 2 Norml/rendah
normal Meningkat
Desaturasi
Polisitemia normal Hb dan Hematokrit meningkat
Sianosis Jarang sering

5. PENATALAKSANAAN
Intervensi medis bertujuan untuk :
1) Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan spasme bronkus dan membersihkan secret yang berlebihan
2) Memelihara keefektifan pertukaran gas
3) Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernafasan
4) Meningkatkan toleransi latihan.
5) Mencegah adanya komplikasi (gagal nafas akut dan status asmatikus)
6) Mencegah allergen/iritasi jalan nafas
7) Membebaskan adanya ansietas dan mengobati depresi yang sering menyertai adanya obstruksi jalan nafas kronis.

Managemen medis yang diberikan berupa
1) Pharmacologic management
a) Anti inflamasi ( kortikosteroid, sodium kromolin dll)
b) Bronkodilator
Adrenergik : efedrin, epineprin, beta adrenergik agonis selektif
Non adrenergik : aminophilin, tefilin
c) Antihistamin
d) Steroid
e) Antibiotic
f) Ekspektoran
Oksigen digunakan 3 l/m dengan cannula nasal.
2) Hygiene Paru.
Bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru-paru dan kemudian meningkatkan kerja silia dan menurunkan resiko infeksi.
Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase

3) Exercise
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otot skeletal agar lebih efektif.
Dilaksanakan dengan jalan sehat.
4) Menghindari bahan iritans
Penyebab iritans jalan nafas harus dihindari seperti asap rokok dan perlu juga mencegah adanya alergen yang masuk tubuh.
5) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dipsnea. Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik daripada makan langsung banyak.

6. Pemeriksaan diagnostik
Test faal paru
1) Kapasitas inspirasi menurun
2) Volume residu : meningkat pada emphysema, bronkhitis dan asthma
3) FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif Penyakit Paru Obstruktif Kronik
menurun pada bronchitis dan astma.4) FVC awal normal
5) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emphysema).

Transfer gas (kapasitas difusi).
Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Transfer gas relatif baik.
Pada emphysema : area permukaan gas menurun.

Transfer gas (kapasitas difusi).menurun
Darah :
Hb dan Hematokrit meningkat pada polisitemia sekunder.
Jumlah darah merah meningkat
Eo dan total IgE serum meningkat.
gagal nafas kronis.Analisa Gas Darah
Pulse oksimetri ® SaO2 oksigenasi menurun.
Elektrolit menurun oleh karena pemakaian deuritika pada cor pulmunale.
Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH normal asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.

Sputum :
Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran.
Kuman patogen >> :
Streptococcus pneumoniae.
Hemophylus influenzae.
Moraxella catarrhalis.

Radiologi :
Thorax foto (AP dan lateral).
Hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru-paru.
Pada emphysema paru :
Distensi >
Diafragma letak rendah dan mendatar.
Ruang udara retrosternal > (foto lateral).
Jantung tampak memanjang dan menyempit.
Bronkogram : menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.

EKG.
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat Kor Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada hantaran II, III dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

2. Lain-lain perlu dikaji berat badan, rata-rata intake cairan dan diet harian.












7. Pathway

MEROKOK PREDISPOSISI GENETIK FAKTOR
1 – ANTI TRIPSIN )POLUSI UDARA ( KEKURANGAN TIDAK DIKETAHUI


GANGGUAN SEKAT DAN JARINGAN SEUMUR HIDUP
PEMBERSIHAN PARU PENYOKONG HILANG


PERADANGAN
BRONKUS
& ALVEOLUS SAAT EKSPIRASI SAL.
UDARA YG KECIL KOLAPS

PERADANGAN
JALAN UDARA

DINDING BRONKIALE
HYPOVENTILASI LEMAH & ALVEOLAR
PECAH


SAAT EKSPIRASI SALURAN
UDARA YANG KECIL KOLAPS

EMPHYSEMA
SERING PADA
BRONKIOLITIS TERJADI EMPHYSEMA LANSIA
KRONIS TIDAK
TIMBUL
GEJALA
BRONKIOLITIS KRONIK SERING
TERJADI
PPOK

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian :
1. Riwayat atau faktor penunjang :
- Merokok merupakan faktor penyebab utama.
- Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
- Riwayat alergi pada keluarga
- Riwayat Asthma pada anak-anak.

2. Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :
- Alergen.
- Stress emosional.
- Aktivitas fisik yang berlebihan.
- Polusi udara.
- Infeksi saluran nafas.

3. Pemeriksaan fisik :
a. Manifestasi klinik Penyakit Paru Obstruktif Kronik :
• Peningkatan dispnea.
• Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
• Penurunan bunyi nafas.
• Takipnea.
b. Gejala yang menetap pada penyakit dasar
Asthma
Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti terikat.
 Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa stetoskop.
Pernafasan cuping hidung.
Ketakutan dan diaforesis.

Bronkhitis
Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari.
Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing.
Sesak nafas
Bronkhitis (tahap lanjut)
Penampilan sianosis
Pembengkakan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh edema asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal).

Emphysema
 Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter thoraks anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
Fase ekspirasi memanjang.

Emphysema (tahap lanjut)
Hipoksemia dan hiperkapnia.
Penampilan sebagai “pink puffers”
Jari-jari tabuh.

Aktivitas dan Istirahat
Gejala Keletihan, kelelahan, malaise
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas. Perlu tidur dalam posisi duduk cukup tingi. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda Kelelahan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan masa otot
Sirkulasi
Gejala Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung
Distensi vena leher, sianosis perifer
Integritas ego
Gejala/tanda Ansietas, ketakutan dan peka rangsang
Makanan/cairan
Gejala Mual/muntah, Nafsu makan menurun, ketidakmampuan makan karena distress pernafasan
Penurunanan BB menetap (empisema) dan peningkatan BB karena edema (Bronkitis)
Tanda Turgor kulit buruk, edema, berkeringat, penurunan BB, penurunan massa otot
Hygiene
Gejala Penurunan Kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas tubuh
Tanda Kebersihan buruk, bau badan
Pernafasan
Gejala Nafas pendek, khususnya pada saat kerja, cuaca atau episode serangan asthma, rasa dada tertekan/ketidakmampuan untuk bernafas. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut selam 3 tahun sedikitnya 2 tahun. Sputum hijau, putih, kuning dengan jumlah banyak (bronchitis)
Episode batuk hilang timbul dan tidak produktif (empisema),
Riwayat Pneumonia, riwayat keluarga defisiensi alfa antitripsin
Tanda Respirasi cepat dangkal, biasa melambat, fas ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (empisema)
Pengguanaan otot Bantu pernafasan, Dada barell chest, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas, Ronki, wheezing, redup
Perkusi hypersonor pada area paru (udara terjebak, dan dapat juga redup/pekak karena adanya cairan).
Kesulitan bicara 94 – 5 kalimat 0
Sianosis bibir dan dasar kuku, jari tabuh.
Seksualitas Libido menurun
Interaksi sosial
Gejala Hubungan ketergantungan, kurang sisitem pendukung
tanda Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan antar keluarga

Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Kerusakan pertukaran gas
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
6. Kurang perawatan diri : berpakaian, mandi, makan, toileting




Perencanaan
Perencanaan meliputi penyusunan prioritas, tujuan dan kriteria hasil dari masing-masing masalah yang ditemukan.

Tujuan Penatalaksanaan
• Mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
• Pemeliharaan fungsi paru yang optimal dalam waktu singkat dan panjang.
• Pencegahan dan penanganan eksaserbasi.
• Mengurangi perburukan fungsi paru setiap tahunnya.

Kriteria Keberhasilan :
• Berkurangnya gejala sesak nafas.
• Berkurangnya frekuensi dan lamanya eksaserbasi.
• Membaiknya faal paru.
• Menurunnya gejala psikologik (depresi, kecemasan).
• Memperbaiki kualitas hidup.
• Dapat melakukan aktifitas sehari-hari.

RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Hasil Intervensi
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif

Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.

Batasan Karakteristik :
- Dispneu, Penurunan suara nafas
- Orthopneu
- Cyanosis
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
- Kesulitan berbicara
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
- Mata melebar
- Produksi sputum
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan irama nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:
- Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
- Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma.
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Aspiration Control

Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas NIC :
(1) Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
 Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
(2) Airway Management
• Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
• Pasang mayo bila perlu
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berikan bronkodilator bila perlu
• Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
• Monitor respirasi dan status O2
2 Pola Nafas tidak efektif
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat
Batasan karakteristik :
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran udara per menit
- Menggunakan otot pernafasan tambahan
- Nasal flaring
- Dyspnea
- Orthopnea
- Perubahan penyimpangan dada
- Nafas pendek
- Assumption of 3-point position
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60
Usia 1-4 : < 20 atau > 30
Usia 5-14 : < 14 atau > 25
Usia > 14 : < 11 atau > 24
- Kedalaman pernafasan
Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan :
- Hiperventilasi
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding dada
- Penurunan energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neurologis NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) NIC :
I. AIRWAY MANAGEMENT
• Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
• Pasang mayo bila perlu
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berikan bronkodilator bila perlu
• Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
• Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Kerusakan Pertukaran gas

Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli

Batasan karakteristik :
Gangguan penglihatan
Penurunan CO2
Takikardi
Hiperkapnia
Keletihan
somnolen
Iritabilitas
Hypoxia
kebingungan
Dyspnoe
nasal faring
AGD Normal
sianosis
warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
Hipoksemia
hiperkarbia
sakit kepala ketika bangun
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal

Faktor faktor yang berhubungan :
ketidakseimbangan perfusi ventilasi
perubahan membran kapiler-alveolar NOC :
Respiratory Status : Gas exchange
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal NIC :
II. AIRWAY MANAGEMENT
• Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
• Pasang mayo bila perlu
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
• Lakukan suction pada mayo
• Berika bronkodilator bial perlu
• Barikan pelembab udara
• Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
• Monitor respirasi dan status O2

III. RESPIRATORY MONITORING
• Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
• Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
• Monitor suara nafas, seperti dengkur
• Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
• Catat lokasi trakea
• Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
• Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
• Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
• auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
4 Kurang Pengetahuan
Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.

Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai.


Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi. NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya NIC :
• Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
- Membran mukosa dan konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada rongga mulut
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi. NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti NIC :
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6 Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik

Definisi :
Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri

Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting

Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kognitif atau perceptual, kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari bau badan
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan NIC :
Self Care assistane : ADLs
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.

Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. Surabaya.

Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensen’s Medical surgical Nursing A Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.

Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Penerbit EGC. Jakarta.

Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.

Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.

Senin, 21 Maret 2011

ASUHAN KEPERAWATAN DEKUBITUS

ASKEP DEKUBITUS

A. PENGERTIAN
1. Dekubitus adalah luka akibat tekanan karena posisi tidak berubah.
2. Dekubitus merupakan luka yang terjadi karena tekanan atau iritasi kronis, biasanya pada kulit punggung pasien yang selalu berbaring di tempat tidur atau yang sulit bangkit dari ranjang perawatan dalam waktu yang lama.
3. Ulkus dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia kulit akibat tekanan dari luar yang berlebihan.

B. ETIOLOGI
- Primer :
1. Iskemia
2. Tekanan intra okuler dan supra kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah.
- Sekunder
1. Gangguan saraf vasomotorik, sensorik dan motorik.
2. Malnutrisi
3. Anemia
4. infeksi
5. Hygiene yang buruk.
6. Kemunduran mental dan penurunan kesadaran

C. KLASIFIKASI
1. Stadium I
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2. Stadium II
Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
4. Stadium III
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
5. Stadium IV
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.

D. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya ulkus dekubitus terjadi akibat adanya faktor primer dan sekunder. Faktor primer tekanan dari luar yang menimbulkan iskmeik setempat. Dalam keadaan normal, tekanan intrakapiler arteriol adalah 32 mmHg dan tekanan ini dapat mencapai 60 mmHg. Efek destruksi jaringan yang berkaitan dengan keadaan iskemik dapat terjadi dengan tekanan jaringan kapiler 32-60 mmHg yang disebut tekanan suprakapiler. Jika tekanan suprakapiler tercapai akan terjadi aliran darah, kapiler yang disusul dengan iskemik setempat.
Substansi H yang mirip dengan histami dilepaskan oleh sel yang iskemik dan akumulasi metabolik, kalium, ADP dan asam laktat diduga sebagai faktor yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Reaksi kompresi sirkulasi akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode kritis terjadi yaitu 1-2 jam.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Edema
2. Hiperemis
3. Kerusakan otot.
4. Kerusakan jaringan kulit.
5. Kemerahan.



F. LOKASI ULKUS
1. Tuberositas ulkus
Akibat tekanan pada keadaan duduk karena foodrest pada kurs roda terlalu tinggi sehingga BB tertumpu pada daerah ischium.
2. Sacrum
Terjadi bila berbaring terlentang, tidak mengubah posisi. Secara teratur salah posisi waktu duduk di kursi roda juga saat penderita merosot kew tempat tidur dengan sandaran miring.
3. Tunit
4. Lutut
Terjadi bila pasien lama berbaring telungkup sedangkan sisi lateral lutut terkena karena lama berbaring pada satu sisi.
5. Siku
Sering dipakai sebagai penekan tubuh atau pembantu mengubah posisi.
6. Jari kaki
Dapat terkena pada posisi telungkup, sepatu yang terlalu sempit.
7. Scapula dan Processus spinous vertebrae
Dapat terkena akibat terlalu lama terlentang dan gesekan yang sering.

G. KOMPLIKASI
1. Infeksi
2. keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3. Septikemia
4. Anemia
5. Hiperbilirubin
6. Kematian

H. PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan
Umum : Penkes tentang dekubitus bagi staf medis dan keluarga.
Pemeliharaan KU dan gygiene penderita.
Khusus : Mengurangi/menghindari tekanan luar yang berlebihan daerah tubuh tertentu dengan cara perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam.
- Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan 2 kali sehari tetapi dapat sering pada aderah potensial terjadi dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri atau dengan batuan orang lain.
- Pembersihan dengan menggunakan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urine dan feces bila perlu dapat diberikan lotion yang mengandung alkohol, bedak.
B. Pengobatan
- Mngurangi tekanan lebih lanjut pada daerah dekubitus. Secara umum dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di atas. Pengurangan tekanan sangat penting karena dekubitus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang lama.
- Mempertahankan kedaaan bersih pada ulkus dan sekitarnya, proses tersebut akan menyebabkan proses kesembuhan menjadi cepat dan baik.
- Mengangkat jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat jaringan granulasi dan epitalisasi. Oleh karena itu, pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat kesembuhan.
- Menurunkan dan mengatasi infeksi
Perlu pemeriksaan kultur dan tes resisiten antibiotik sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis,ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H2)2 30%, providon iodin.








ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEKUBITUS

PENGKAJIAN
1. Wawancara
- Apakah pasien mengalami immobilisasi yang lama.
- Apakah pasien mengalami gejala anoreksia.
- Sejak kapan keluhan mulai dirasakan.
- Bagaimana pola aktivitas sebelumnya.
- Apakah sebelumnya pasien selalu berada di kursi roda.
2. Pemeriksaan fisik
- Aktivitas dan istirahat
Menunjukkan adanya gangguan tidur, kelemahan otot, kehilangan tonus otot pada aderah yang luka.
- Sirkulasi
Adanya kelemahan nadi karena menurunnya serum ke daerah luka.
- Integritas Ego
Perasaan tidak berdaya, tidaka ada harapan, ansietas, takut, mudah tersinggung.
- Eliminasi
Penurunan BAB/BAK frekuensi dikarenakan kesulitas mobilitas fisik.
- Makanan/cairan
Penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, nyeri akut, adanya turgor kulit yag kering.
- Nyeri/kenyamanan
Dirasakan bila daerah luka digerakkan
- Pernafasan
Pernafasan ditemukan bila terjadi peningkatan/normal karena oksigenasi sangat dibutuhkan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d Immobilisasi fisik
2. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik
3. Resiko infeksi b.d Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, truma jaringan)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx I : Kerusakan integritas kulit b.d Immobilisasi fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa
Kriteria Hasil:
a. Sensasi normal
b. Elastisitas normal
c. Warna
d. Tekstur
e. Jaringan bebas lesi
f. Adanya pertumbuhan rambut dikulit
g. Kulit utuh
Ket Skala:
1 = Kompromi luar biasa
2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang-kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi
NIC: Skin Surveilance
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit
3) Monitor temperatur kulit
4) Inspeksi kulit dan membran mukosa
5) Inspeksi kondisi insisi bedah
6) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
7) Monitor infeksi dan oedema

Dx II : Nyeri akut b.d Agen cedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang.
a. NOC 1: Level Nyeri
Kriteria Hasil:
1. Laporkan frekuensi nyeri
2. Kaji frekuensi nyeri
3. Lamanya nyeri berlangsung
4. Ekspresi wajah terhadap nyeri
5. Kegelisahan
6. Perubahan TTV
b. NOC 2: Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil:
2. Mengenal faktor penyebab
3. Gunakan tindakan pencegahan
4. Gunakan tindakan non analgetik
5. Gunakan analgetik yang tepat
Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Nyeri
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas,
dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan analgetik dengan tepat.
4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir
dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)

Dx III : Resiko infeksi b.d Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, trauma jaringan)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksitidak terjadi.
NOC:
NOC : Pengendalian Infeksi
Kriteria Hasil:
1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi
2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan
3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi
4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko
5. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai
Ket Skala:
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC: Teaching diases proses
1) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat
2) Sediakan informasi tentang kondisi pasien
3) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan
4) Gambaran tanda dan gejala penyakit
5) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan tentang tanda dan gejala yang dirasakan.

EVALUASI
Kriteria Hasil:
1. Sensasi normal 3
2. Elastisitas normal 3
3. Warna 3
4. Tekstur 3
5. Jaringan bebas lesi 3
6. Adanya pertumbuhan rambut dikulit 2
7. Kulit utuh 3

NOC 1: Level Nyeri
1. Laporkan frekuensi nyeri 3
2. Kaji frekuensi nyeri 3
3. Lamanya nyeri berlangsung 3
4. Ekspresi wajah terhadap nyeri 3
5. Kegelisahan 3
6. Perubahan TTV 3
NOC 2: Kontrol Nyeri
1.Mengenal faktor penyebab 3
2. Gunakan tindakan pencegahan 3
3. Gunakan tindakan non analgetik 3
4. Gunakan analgetik yang tepat 3

1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi 3
2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan 3
3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi 3
4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko 3
5. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai 3





















ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S
DENGAN DEKUBITUS DI RUANG ASOKA
RSUD MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada :
 Hari/tanggal : Selasa, 28 Oktober 2008
 Waktu : 21.00 WIB
 Petugas : Trinoval Yanto Nugroho

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : Buruh.
Pendidikan : SD
Suku : jawa
Alamat : Bancar
No. RM : 025184
Diagnosa medis : Tetanus
Tanggal medik : 21 Oktober 2008

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn.M
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Banjar
Hubungan dg pasien : Anak kandung pasien
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sakit pada punggung bagian bawah.
2. Keluhan Tambahan
Pasien mengatakan gatal dan terasa panas pada punggung bagian bawah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari IGD pada tanggal 21 Oktober 2008 kemudian pasien dirawat di ruang ICU selama 6 hari. Setelah keadaan membaik, pasien dirawat di ruang Asoka pada tanggal 28 Oktober 2008. Pasien mengeluh sakit pada punggung bagian bawah, gatal, dan terasa panas pada punggung bagian bawah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami kecelakaan 5 tahun yang lalu namun tidak ada luka, hanya terjadi dislokasi pada kaki kiri dan dipijat kemudian sembuh.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga baik ibu maupun bapak pasien tidak ada penyakit keturunan dan menular
GENOGRAM


















Keterangan

LAKI-LAKI Tinggal Serumah
Garis keturunan
PEREMPUAN meninggal

PASIEN


E. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL MENURUT GORDON
1. POLA PERSEPSI KESEHATAH DAN MANAJEMEN KESEHATAN
DS : Pasien mengatakan bahwa kesehatan itu penting.
DO : pasien dirawat di RS.
2. POLA NUTRISI DAN METABOLISME
DS : Keluarga mengatakan sulit menelan makanan dan susah minum.
DO : pasien terlihat makan dengan bubur ± 6 sendok makan/gari, minum menggunakan pipet karena takut tersedak ± 1/2 sendok .
3. POLA ELIMINASI
DS : Pasien mengatakan BAB tidak lancar, pasien sudah 1 minggu tidak BAB, BAK lancar.
DO : pasien terlihat terpasang kateter dan BAK lancar.
4. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
DS : Pasien mengatakan aktivitas selalu dibantu.
DO : Pasien tampak tidur terlentang danADL dibantu oleh keluarga.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Ambulasi
5. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR
DS : Pasien mengatakan pasein dapat tidur.
DO : Pasien tampak istiragat dan tidur malam sekitar 8 jam.
6. POLA PERSEPSI KOGNITIF
DS : Pasien mengatakan pancainderanya baik.
DO : Fungsi pendengaran,penglihatan,dan pengecapan baik.
7. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
Pasien yakin dengan pengobatan dan perawatan di RS, pasien dapat pulih seperti semula dan dapat beraktivitas seperti dahulu lagi
8. POLA HUBUNGAN DAN PERAN
DS : Pasien mengatakan hubungan dengan istri dan anak terjalin baik.
DO : Keluarga tampak menunggui pasien.
9. POLA REPRODUKSI DAN SEKSUAL
DS : pasien mengatakan sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak dan 1 istri.
DO : Pasien berjenis kelamin laki-laki.
10. POLA KOPING STRESS DAN ADAPTASI
DS : pasienmengatakan bila ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarga.
DO : Pasien tampak dekat dengan istri dan anak-anaknya.
11. POLA NILAI DAN KEYAKINAN
DS : Pasien mengatakan beragama Islam dan selalu menjalankan shalat 5 waktu serta yakin anaknya akan sembuh.
DO : Pasien terlihat berdoa untuk kesembuhannya..

F. PEMERIKSAAN FISIK
2. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital :
TD : 130/90 mmHg R : 24x/mnt
N : 84x/mnt S : 37ºC
3. PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
 KEPALA
Bentuk : mesochepal
Rambut : pendek, warna hitam dan sedikit beruban.
Mata : penglihatan normal, kongjutiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik
Telinga : simetris, bersih, pendengaran baik
Hidung : tidak ada polip, bersih, fungsi penciuman baik
Mulut&gigi : trismus 2 cm, gigi bersih, mulut bersih,tidak ada caries.
 LEHER : terdapat sedikit kekakuan pada leher.tidak ada pembesaran kelnjar tiroid
 DADA
Bentuk : simetri, tidak ada retraksi dada
Paru : tidak ada bunyi ronckhi, wheezing
Jantung : irama teratur, bunyi jantung reguler S1>S2
 ABDOMEN : bentuk datar, tidak terjadi pembesaran dan tidak ada nyeri tekan.
 PUNGGUNG : bentuk simetri, ada luka dekubitus
 GENETALIA : jenis kelamin laki-laki, terpasang kateter
 KULIT : turgor lembab.
 EKSTREMITAS
Atas : terpasang infus D5 % ditangan kanan dan kedua tangan dapat digerakkan.
Bawah : tidak terdapat oedem dan dapat digerakkan dengan baik.

DATA PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Oktober 2008
Urine rutin kuning kuning muda, agak tua
Kekeruhan keruh jernih
Keasaman,Ph 6,0 asam (5,5-7,07)
Leukosit banyak -
Eritrosit 6-8 < 6/LPB
Sel epire 3-4 <3/LPB
Terapi :
- Infus D5 20 tetes/menit - Ranitidine 3x1 ampul.
- Oksigen 4 liter/mnt.
- Dexametason 3x1 ampul.
- Diazepam 10 mg iv (jika kejang).
- Cefotaxime 3x1000 mg
- Metronidazol 2x1





ANALISA DATA
DX DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
I DS : Pasien mengatakan bahwa punggung terasa panas dan bagian pantat juga terasa sakit jika tidur dalam posisi terlentang.
DO : - tampak ada luka tonjolan di tulang ekor.
- Adanya kerusakan pada lapisan epidermis dan dermis.
- Ada luka dekubitus Immobilisasi fisik
Kerusakan integritas kulit
DS : Ibu pasien mengatakan sakit pada punggung bagian bawah.
DO : Pasien terlihat merintih kesakitan, luka tampak luas dan terlihat lapisan dermis.
Skala nyeri 6.
Agen cedera fisik
Nyeri akut
DS : -
DO : ada luka dekubitus di daerah tulang belakang. Terdapat luka post kecelakaan di kaki kanan.
Terpasang infus dan DC.
Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, truma jaringan)

Resiko infeksi


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d Immobilisasi fisik
2. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik
3. Resiko infeksi b.d Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, truma jaringan)

INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx I : Kerusakan integritas kulit b.d Immobilisasi fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa
Kriteria Hasil:
h. Sensasi normal
i. Elastisitas normal
j. Warna
k. Tekstur
l. Jaringan bebas lesi
m. Adanya pertumbuhan rambut dikulit
n. Kulit utuh
Ket Skala:
1 = Kompromi luar biasa
2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang-kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi
NIC: Skin Surveilance
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit
3) Monitor temperatur kulit
4) Inspeksi kulit dan membran mukosa
5) Inspeksi kondisi insisi bedah
6) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
7) Monitor infeksi dan oedema

Dx II : Nyeri akut b.d Agen cedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang.
c. NOC 1: Level Nyeri
Kriteria Hasil:
7. Laporkan frekuensi nyeri
8. Kaji frekuensi nyeri
9. Lamanya nyeri berlangsung
10. Ekspresi wajah terhadap nyeri
11. Kegelisahan
12. Perubahan TTV
d. NOC 2: Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil:
6. Mengenal faktor penyebab
7. Gunakan tindakan pencegahan
8. Gunakan tindakan non analgetik
9. Gunakan analgetik yang tepat
Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Nyeri
6) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas,
dan faktor penyebab.
7) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
8) Berikan analgetik dengan tepat.
9) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir
dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
10) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)

Dx III : Resiko infeksi b.d Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, trauma jaringan)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksitidak terjadi.
NOC:
NOC : Pengendalian Infeksi
Kriteria Hasil:
6. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi
7. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan
8. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi
9. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko
10. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai
Ket Skala:
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC: Teaching diases proses
6) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat
7) Sediakan informasi tentang kondisi pasien
8) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan
9) Gambaran tanda dan gejala penyakit
10) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan tentang tanda dan gejala yang dirasakan.

ASUHAN KEPERAWATAN PPOM PADA LANSIA


ASUHAN KEPERAWATAN PPOM PADA LANSIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat. Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOM orang tua usia lanjut. Insiden PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi tahun 1990-1991 adalah sebesar 5,6% (Rahmatullah, 1994).
Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang ditandai dengan sebutan PPOM adalah : Bronkhitis, Emifisema paru-paru dan Asma bronkial. Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20-30 tahun dengan “batuk merokok” atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum mukoid. Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya serangan brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas. Penderita dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit tampaknya tidak dalam jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis adalah buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya penyakit
(Price & Wilson, 1994 : 695)



BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspira yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu (Mansunegoro, 1992).
Termasuk dalam kelompok PPOM adalah Bronkhitis Kronik, Emfisema Paru dan Asma :
- Bronkhitis Kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung secara 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut (Brunner dan Suddarth, 2002 : 600).
- Emfisema Paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar Bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli (Brunner dan Suddarth, 2002 : 602).
- Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Brunner dan Suddarth, 2002 : 611).

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui.
Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi paru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan dll
Pengaruh dari masing-masing faktor-faktor resiko terhadap PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini ( Dharmago & Martono, 1999 : 383 ).

C. Manifestasi Klinik
1. Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalan, udara dingin, atau infeksi.
2. Sesak nafas dan dispnea.
3. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada mengembang.
4. Hipoksia dan Hiperkapnea.
5. Takipnea.
6. Dispnea yang menetap
( Corwin , 2000 : 437 )

D. Patofisiologi
Faktor – faktor resiko yang telah disebutkan diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminal.Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus kecil atau bronkiolus terminal, yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara atau air trapping. Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibat – akibatnya.Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi ( Dharmojo & Martono,1999 : 384 )

E. Pathway
Terlampir.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penderita PPOM usia lanjut, sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologik atau presipifasi
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikrobia. Apabila tidak ada infeksi anti mikrobia tidak perlu diberikan.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator ( Aminophillin dan Adrenalin ).
5. Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )
- Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
- Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
- Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan, O2 harus diberikan dengan aliran lambat : 1-2 liter/menit.
8. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap.
9. Memberi pengajaran mengenai tehnik-tehnik relaksasi dan cara-cara untuk menyimpan energi.
10. Tindakan “Rehabilitasi” :
- Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus.
- Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan yang paling efektif baginya.
- Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmaninya.
- Vocational Suidance : Usaha yang dilakukan terhadap penderita agar sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
- Pengelolaan Psikososial : terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya (Dharmajo dan Martono, 1999 : 385).



BAB III
ASKEP LANSIA

A. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perfusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenaffe, M.A, 2000).
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan , kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif ( Doenges, 2000).

Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :
1. Ketidak efektifan jalan nafas b.d tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen.
3. Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu.
4. Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan penyakit kronik.
5. Defisit pengetahuan : PPOM b.d kurangnya informasi.
6. In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbsi
7. Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas fisik dalam menjalankan peran.
8. In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi atau fatique.
9. Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan otot pernafasan.
10. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan permintaanKim, McFarland, McLane, 1997.

C. Intervensi / Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas
Hasil yang diharapkan : - Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki.
Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal: krekels basah (bronkhitis),bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema).
- Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)
Rasional : takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan ferkuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas.
- Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll
Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut.
- Bantu latihan nafas abdomen / bibir
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
- Ajarkan teknik nafas dalam batu efektif
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi / kepala dibawah setelah perkusi dada.
Kolaborasi
- Berikan obat sesuai indikasi
 Brokodilator mis, B-agonis, Epinefrin (adrenalin,
Ø vaponefrim) albuterol (Proventil, Ventolin) terbulatin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer).
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas mengi, dan produksi mukosa, obat-obat mungkin per oral, injeksi / inhalasi.
 Xantin, mis
Ø aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bonkoddyl, Theo-Dur)
Rasional : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan meningkatkan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot / kegagalan pernafasan dengan meningkatkan kontraktilitis diafragma.
 Berikan humidifikasi tambahan mis
Ø nubuter nubuliser, humidiper aerosol ruangan dan membantu menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
Rasional : Menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan membantu menurunkanb / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bonrkus.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen
Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi.
Intervensi :
- Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafass bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
- Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
- Dorong mengeluarkan sputum : Penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil, penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
- Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir / daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
- Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
- Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri
Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih besar. Catat : PaCO2 normal / meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama osmatik.
- Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional : Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia.
3. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
- Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi
- Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi
- Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
- Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
- Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi
- Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia.
- Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
4. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
- Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi
- Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, evalusi BB dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan obat. Selain itu banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetalik dengan meningkatkan kebutuhan kalori.
- Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
- Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
- Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi
- Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia.
- Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
5. Diganosa Keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
- Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
- Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
- Ajarkan klien untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
6. Diagnosa Keperawatan : Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif.
Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
Intervensi :
- Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
- Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot dan rasa sehat.
- Diskusikan obat pernafasan, efek samping + reaksi yang tak diinginkan
Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama + potensial interaksi obat, penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek samping merugikan.
- Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
- Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi mis: udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara.
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
- Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik dan kultur sputum.
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi
( Doenges, 2000 : 152).

D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan COPD adalah untuk mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.PPOM terdiri dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis kronik, Emfisema paru dan Asma.
2. Faktor resiko dari PPOM adalah :
Merokok sigaret yang berlangsung lama, Polusi udara, Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1 antitripsin, Defisiensi anti oksidan
3. Manifestasi klinik PPOM adalah pada Lansia, antara lain :
Batuk yang sangat produktif, purulent, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan inhalen, Sesak nafas, Hipoksia dan hiperkapnea, Takipnea, Dispnea yang menetap
4. Penatalaksanaan pada penderita PPOM :
Meniadakan faktor etiologi dan presipitasi, Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi, Mengatasi Bronkospasme, Pengobatan Simtomatik, Penanganan terhadap komplikasi yang timbul, Pengobatan oksigen, Tindakan ”Rehabilitasi”.

B. Saran
1. Untuk Lansia
Menghindari faktor resiko :
- Anjurkan klien untuk tidak merokok
- Anjurkan klien untuk cukup istirahat
- Anjurkan klien untuk menghindari alergen
- Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
- Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
2. Untuk keluarga
Memberikan dukungan :
- Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien
- Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien
- Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi. Jakarta :EGC.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1945. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC.
Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Matteson, M.A and MC, Connel, E.S. 1988. Gerontological nursing : Concept and Practice. Philadelphia : WB Sounders Company.
Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis proses-proses Penyakit, edisi ke-4. Jakarta : EGC.
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono (1999). Buku Ajar Gerlatri (Ilmu Kesehatan usia lanjut) edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.